Monday, August 27, 2012

Fla-Z Ferrari


“Ini kan yang kamu inginkan?” Abimayu menimang keyless mobil Fla-Z Ferrari milik Salma.  Mata Clara berbinar, Abimayu semakin sumringah.  “Lebih mudah menyita rumahnya daripada menyita mobil ini,” Abi pura-pura cemberut.  “Si jutek itu benar-benar keras kepala.”

“Mobil ini adalah lambang kebanggaan Salma. Dia mencintai mobil ini, seperti dia mencintai Ethan.” Abimayu manyun sesaat. Clara memasang senyum yang sangat menawan.. Dia meraih kunci dari jemari tangan Abi, menyentuhnya lembut.  Sentuhan itu membuat Abimayu bergetar. Gadis ini benar-benar memaku hatinya tanpa daya.  Abimayu puas memandang Clara yang berbinar, memandang keyless platinum dengan ukiran emas.  Mobil kebanggaan Salma Dirgawijaya.  Kata orang mobil ini luar biasa canggih. 

“Aku harus mereset ulang tempat duduknya.  Mobil ini sudah diprogram untuk 2 orang pengemudi.  Aku akan  meresetnya untuk kita berdua. Aku suka ruang yang lebih lapang.”

“Tidak perlu…”

“Apa?”

“Kita tidak akan menggunakan mobil ini.” Kata Clara. Dia menimang kunci itu didepan Abimayu. 

“Mobil ini luar biasa canggih, aku dapat menjajalnya di lapangan. Pasti sangat-sangat cepat.”


“Ayo.. pasang taruhannya…  Lo taruhan buat siapa?”

Meja billiard bertabur kunci mobil yang dipertaruhkan oleh para penggila billiard. Sungguh sebuah permainan seru yang membuat sakau.  Entah sudah berapa mobil dan sertifikat melayang diatas meja keramat itu.
Clara tersenyum penuh arti. Abimayu tercekat, dia seolah tahu apa yang akan dilakukan Clara.

“Jangan Clara!  Ini limited dan… oh my, ini sangat canggih! Ini luar biasa mahal….”

“Aku tahu ini sangat-sangat berharga untuk Salma, dan mungkin untukmu.  Tapi ini tidak berharga untukku, berapapun nilainya.” 

"Clara, punya uangpun aku belum tentu dapat membelinya. Karena hanya ada lima mobil di dunia, Clara!" Abimayu berusaha mencegahnyha namun Clara telanjur meletakkan kunci itu diatas meja billiard.  "CLA-ra..."

Plek...
Semua serentak memandang kearah Clara.  Kunci itu berkilau diterpa lampu.  Clara tampak begitu puas. Abimayu tidak mampu berkata-kata.  Dan, semua menahan napas sambil melotot melihat kunci mobil Fla-Z Ferrari.  Clara menghela napas penuh rasa puas yang tidak terhingga.  Jadi seperti ini menjadi seseorang yang begitu berpengaruh?

Ruangan billiard mendadak sunyi.  Keyless Entry Fla-Z telah  membungkam semua yang ada disana, dan melambungkannya pada fantasi berkendara yang begitu fantastis.  Kunci itu berkilau, teronggok diantara tumpukan kunci mobil mahal lainnya. Tapi Fla-Z adalah kendaraan yang fantastis.  Dan untuk wilayah Asia Tenggara hanya dimiliki seorang Salma Dirgawijaya.  Clara menyeringai. Tidak ada rasa penyesalan dibenaknya.

Salma akan sangat marah jika tahu mobil kesayangannya kubuang diatas meja billiard. Dia akan mengamuk, lalu….. semuanya akan berjalan sesuai rencana.


---------------------------------------


"Aku tidak perduli walaupun ini hanya satu dan satu-satunya.  Aku tidak perduli pada trilliunan rupiah yang dimilikinya.  Jika tumpukan uang itu ada didepanku, aku akan membakarnya."

Sembilan nyawa Salma.


“Dia pikir dia bisa mengalahkanku?!” Salma mondar-mandir jengkel.  “Dia harus mencoba lebih keras, karena aku punya Sembilan nyawa.”

“Hm, maaf nona.  Jika kita berpatokan pada Sembilan nyawa kucing, nyawa nona mungkin tinggal empat saja.”  Salma melotot.  Gilbert dengan sopan melanjutkan, “Nona pernah hampir mati ketika di rehab, kedua karena dikeroyok, ketiga karena masuk jurang, keempat karena diracun, kelima karena ditembak di bandara, nona. Apa nona lupa?"

"Grrr....."

"Nona..." Gilbert terlihat ragu.  "Selama ini nona selalu beruntung dapat lolos dari kematian." Salma menunggu.  "Aku kuatir..."

"Aku akan mati, begitu?!" bentaknya.  "Grr... bodoh sekali! Kamu pun takut padanya?"  Gilbert menggeleng.  "Aku takut saat-saat vital dimana nona sedang tidak beruntung..."

Karena dia mencintaimu.


“Bagaimana rasanya menjadi ‘bukan siapa-siapa'?” Clara menatap Salma datar.  “Bagaimana rasanya menjadi ‘seperti orang kebanyakan’ atau rakyat jelata – istilah yang kamu berikan pada mereka yang serba kekurangan?”

Salma terdiam. Raut wajahnya menyiratkan sejuta kegeraman. Bibirnya terkatup rapat namun dia menulikan telinganya. Kata-kata Clara terdengar begitu lembut namun menyakitkan.  Mengiris telinganya.

“Aku ikut berduka untukmu, karena kamu dan keluargamu bangkrut.” Clara berhenti sesaat dan menarik napas panjang.  Dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, beberapa helai voucher makanan.  “Mungkin kamu membutuhkan ini…” dia menyodorkan voucher keatas meja. 

Serta merta Salma melotot. Trik itu berhasil membuat Salma meradang.  “Dasar dodol!  Apa kamu pikir aku tidak mampu lagi membeli makanan?!” bentaknya. Clara tersenyum.  “Aku tahu kamu mampu, kamu masih punya banyak simpanan. Tapi mungkin nanti kamu akan membutuhkan ini. Ini voucher buffet hotel bintang lima.  Kamu tidak makan makanan pinggir jalan, bukan?  Kamu dapat makan sekenyang-kenyangnya sambil meratapi asset-assetmu yang dibekukan satu demi satu.”

Salma segera berdiri. Dia sangat marah dan terhina.  “Aku tahu semua ini adalah ulahmu, dan ulah ayahmu!   Aku tidak dilahirkan untuk dikalahkan, mengerti?!”

“Tentu…” Clara menjawab santai. Dia memandang Salma dari tempat duduknya.  “Kamu berpikir kamu masih  memiliki banyak teman untuk membantumu. Seperti…. Ethan.”

“Aku bukan manusia cengeng yang perlu bantuan!  Kamu salah orang!” serunya lagi.  Giginya gemeletuk menahan geram.  Ingin rasanya ditonjoknya wajah gadis manis yang bersikap santun, namun terasa memuakkan.

“Aku menghitung setiap hari, dan kali ini aku tidak akan salah lagi.” Kata Clara gamang. “Aku sangat yakin kamu akan berlari mencari Ethan. Namun aku akan memastikan dia tidak akan mampu membantumu.”
“Kamu tidak kenal Ethan, Clara!  Hubungan kalian adalah dusta.  Kamu memalukan…” dengus Salma.  Salma memandang Clara sinis.  Dia tidak habis pikir bagaimana gadis itu menghiba cinta seorang Ethan yang jelas-jelas… bukan untuknya.

“Aku kenal Ethan.  Aku tahu dia sangat mencintaimu,” katanya tertahan.  Clara bangkit dari duduknya.  “Namun aku akan memastikan dia meninggalkanmu, karena dia mencintaimu.”

Salma menyeringai. Dia segera memutar tubuhnya.  Clara menahannya dengan kata-kata yang semakin tajam.  “Aku tahu  kamu baru mulai belajar berdoa.  Kamu akan menyebut namaku, didalam doamu.”

“Dasar plagiat, kamu baru saja mengutip kata-kata mutiaraku! Cari kata lain untuk dirimu yang memalukan!”

“Kamu harus lebih banyak berdoa, Sal.  Sebelum terlambat.”